Pengertian Pembelajaran Kontekstual
CTL / Contextual Teaching and Learning Pembelajaran Kontekstual (Contextual
Teaching and Learning/CTL) merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan
bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang
dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan
mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa
memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel da-pat diterapkan
(ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya.
CTL merupakan suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata
ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga
dan masyarakat. Dengan konsep ini, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna
bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung lebih alamiah dalam bentuk kegiatan
siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.
Pembelajaran kontekstual dengan pendekatan konstruktivisme dipandang sebagai
salah satu strategi yang memenuhi prinsip-prinsip pembelajaran berbasis
kompetensi. Dengan lima strategi pembelajaran kontekstual (contextual teaching
and learning), yaitu relating, experiencing, applying, cooperating, dan
transferrini diharapkan peserta didik mampu mencapai kompetensi secara
maksimal. Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai
tujuannya. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi
informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja ber-sama
untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesu-atu yang
baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru. Begitulah peran
guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual. Pembelajaran
kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan-nya dengan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidu-pan mereka sehari-hari, dengan
melibatkan tujuh komponen utama pembelaaran efektif, yakni: konstruktivisme
(constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiri), masyarakat
belajar (learning community), pemodelan (modeling), dan penilaian sebenarnya
(authentic assessment). Langkah-langkah CTL CTL dapat diterapkan dalam
kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun
keadaannya. Pendekatan CTL dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar,
langkah-langkah yang harus ditempuh dalam CTL adalah sebagai berikut: 1.
Kembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna dengan cara
bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan
barunya. 2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik. 3.
Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya. 4. Ciptakan masyarakat
belajar. 5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran. 6. Lakukan refleksi di
akhir pertemuan. 7. Lakukan penilaian yang sebenarnya (authentic assessment)
dengan berbagai cara. Karakteristik Pembelajaran CTL 1. Kerjasama. 2. Saling
menunjang. 3. Menyenangkan, tidak membosankan. 4. Belajar dengan bergairah. 5.
Pembelajaran terintegrasi. 6. Menggunakan berbagai sumber. 7. Siswa aktif. 8.
Sharing dengan teman. 9. Siswa kritis guru kreatif. 10. Dinding dan
lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor
dan lain-lain. 11. Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya
siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain Dalam pembelajaran
kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan kelas yang
dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan
dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan dipelajarinya.
Dalam program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan
tersebut, materi pembelajaran, lang-kah-langkah pembelajaran, dan authentic
assessment-nya. Dalam konteks itu, program yang dirancang guru benar-benar
rencana pribadi tentang apa yang akan dikerjakannya bersama siswanya. Secara
umum tidak ada perbedaan mendasar format antara program pembelajaran
konvensional dengan program pembelajaran kontekstual. Program pembelajaran
konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (je-las
dan operasional), sedangkan program untuk pembelajaran kontekstual le-bih
menekankan pada skenario pembelajarannya. Beberapa komponen utama dalam
pembelajaran Kontekstual menurut Johnson (2000: 65), yang dapat di uraikan
sebagai berikut: 1. Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningful
connections) Keterkaitan yang mengarah pada makna adalah jantung dari
pembelajaran dan pengajaran kontekstual. Ketika siswa dapat mengkaitkan isi dari
mata pelajaran akademik, ilmu pengetahuan alam. Atau sejarah dengan
pengalamannya mereka sendiri, mereka menemukan makna, dan makna memberi mereka
alasan untuk belajar. Mengkaitkan pembelajaran dengan kehidupan seseorang
membuat proses belajar menjadi hidup dan keterkaitan inilah inti dari CTL. 2.
Melakukan kegiatan-kegiatan yang berarti (doing significant works) Model
pembelajaran ini menekankan bahwa semua proses pembelajaran yang dilakukan di
dalam kelas harus punya arti bagi siswa sehingga mereka dapat mengkaitkan
materi pelajaran dengan kehidupan sisw 3. Belajar yang diatur sendiri
(self-regulated Learning) Pembelajaran yang diatur sendiri, merupakan
pembelajaran yang aktif, mandiri, melibatkan kegiatan menghubungkan masalah
ilmu dengan kehidupan sehari-hari dengan cara-cara yang berarti bagi siswa.
Pembelajaran yang diatur siswa sendiri, memberi kebebasan kepada siswa
menggunakan gaya belajarnya sendiri. 4. Bekerjasama (collaborating) Siswa dapat
bekerja sama. Guru membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok,
membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu mereka memahami
bagaimana mereka saling mempengaruhi dan saling berkomunikasi. 5. Berpikir
kritis dan kreatif (critical dan creative thinking) Pembelajaran kontekstual
membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir tahap tinggi, nerpikir kritis
dan berpikir kreatif. Berpikir kritis adalah suatu kecakapan nalar secara
teratur, kecakapan sistematis dalam menilai, memecahkan masalah menarik
keputusan, memberi keyakinan, menganalisis asumsi dan pencarian ilmiah.
Berpikir kreatif adalah suatu kegiatan mental untuk meningkatkan kemurnian,
ketajaman pemahaman dalam mengembangkan sesuatu. 6. Mengasuh atau memelihara
pribadi siswa (nuturing the individual) Dalam pembelajaran kontekstual siswa
bukan hanya mengembangkan kemampuan-kemampuan intelektual dan keterampilan,
tetapi juga aspek-aspek kepribadian: integritas pribadi, sikap, minat, tanggung
jawab, disiplin, motif berprestasi, dsb. Guru dalam pembelajaran kontekstual
juga berperan sebagai konselor, dan mentor. Tugas dan kegiatan yang akan
dilakukan siswa harus sesuai dengan minat, kebutuhan dan kemampuannya. 7.
Mencapai standar yang tinggi (reaching high standards) Pembelajaran kontekstual
diarahkan agar siswa berkembang secara optimal, mencapai keunggulan
(excellent). Tiap siswa bisa mencapai keunggulan, asalkan sia dibantu oleh
gurunya dalam menemukan potensi dan kekuatannya. 8. Menggunakan Penilaian yang
otentik (using authentic assessment) Penilaian autentik menantang para siswa untuk
menerapkan informasi dan keterampilan akademik baru dalam situasi nyata untuk
tujuan tertentu. Penilaian autentik merupakan antitesis dari ujian stanar,
penilaian autentik memberi kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan kemampuan
terbaik mereka sambil mempertunjukkan apa yang sudah mereka pelajari. Pustaka
Depdiknas. Direktorat Pembinaan SMA. 2009. Pengembangan Pembelajaran Yang
Efektif. Bahan Bimbingan Teknis KTSP. Jakarta. Ibrahim R, Syaodih S Nana. 2003.
Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Sudjana, Nana. 1989. Cara
Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Menga-jar. Bandung: Sinar Baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar