Sabtu, 06 Oktober 2012

Filasafat Ilmu


1.       Ilmu dikatakan never ending process Karena ilmu itu bersifat luas, semakin seseorang menemukan sebuah ilmu maka  ilmu tersebut semakin kurang untuk mendapatkan ilmu yang belum diketahuinya. Dan ilmu itu seumur hidup dan meliputi seluruh aspeknya tidak pernah habis, Simaklah bagaimana Edison berhasil menemukan puluhan, ratusan, bahkan sampai lebih dari seribu penemuan setelah menemukan lampu pijar. Jangan pernah merasa cukup dengan ilmu, jangan pernah merasa kenyang dengan pengetahuan. Selama kita masih bernafas, kita masih perlu ilmu dan pengetahuan.
Setiap cabang ilmu membutuhkan dasar/patokan sebagai pembenaran. Dalam falsafah ilmu, setiap pengetahuan mempunyai 3 komponen yang merupakan tiang penyangga tubuh yang didukungnya  yaitu Ontologi (apa) yaitu rumusan gejala pengamatan pada suatu objek telaah, yang tidak digarap bidang telaah lain, Epistemiologi (bagaimana) yaitu usaha untuk memperoleh kebenaran dalam objek telaah dan Aksiologi (untuk apa) yaitu nilai-nilai yang menentukan kegunaan dari objek telaah.
2.       Konsep bentuk logis adalah inti dari logika. Konsep itu menyatakan bahwa kesahihan (validitas) sebuah argumen ditentukan oleh bentuk logisnya, bukan oleh isinya. Dalam hal ini logika menjadi alat untuk menganalisis argumen, yakni hubungan antara kesimpulan dan bukti atau bukti-bukti yang diberikan (premis). Logika silogistik tradisional Aristoteles dan logika simbolik modern adalah contoh-contoh dari logika formal. Dasar penalaran dalam logika ada dua, yakni deduktif dan induktif. Penalaran deduktif—kadang disebut logika deduktif—adalah penalaran yang membangun atau mengevaluasi argumen deduktif. Argumen dinyatakan deduktif jika kebenaran dari kesimpulan ditarik atau merupakan konsekuensi logis dari premis-premisnya. Argumen deduktif dinyatakan valid atau tidak valid, bukan benar atau salah. Sebuah argumen deduktif dinyatakan valid jika dan hanya jika kesimpulannya merupakan konsekuensi logis dari premis-premisnya.
Contoh argumen deduktif:
a.       Setiap mamalia punya sebuah jantung
b.      Semua kucing adalah mamalia
c.       Jadi, Setiap kucing punya sebuah jantung
Penalaran induktif—kadang disebut logika induktif—adalah penalaran yang berangkat dari serangkaian fakta-fakta khusus untuk mencapai kesimpulan umum.
Contoh argumen induktif:
a.       Kuda Sumba punya sebuah jantung
b.      Kuda Australia punya sebuah jantung
c.       Kuda Amerika punya sebuah jantung
d.      Kuda Inggris punya sebuah jantung
e.       Jadi, Setiap kuda punya sebuah jantung
Tabel di bawah ini menunjukkan beberapa ciri utama yang membedakan penalaran induktif dan deduktif.

Deduktif
Induktif
Jika semua premis benar maka kesimpulan pasti benar
Jika premis benar, kesimpulan mungkin benar, tapi tak pasti benar.
Semua informasi atau fakta pada kesimpulan sudah ada, sekurangnya secara implisit, dalam premis.
Kesimpulan memuat informasi yang tak ada, bahkan secara implisit, dalam premis.
Dalam sebuah proporsisi sumber dari pernyataan di bagi menjadi dua. Dua jenis pernyataan itu adalah apriori dan aposteriori. Keduanya berasal dari bahasa latin. Apriori artinya dari sebelum sedangkan aposteiori berarti dari sesudah. Keduanya dibedakan berdasarkan dari mana sumber pengetahuan itu.
Apriori menyatakan bahwa sumber pengetahuan itu berasal dari sebelum pengalaman. Rasanya aneh bahwa ada pengetahuan yang di dapat dari sebelum sebuah pengalaman. Namun pengetahuan itu ada. Misalnya saja pengetahuan matematis. Pengetahuan seperti 1+1 =2 tidak kita alami terlebih dahulu, atau tidak butuh pengalaman dahulu. Memang seseorang meragukan karena pengalaman ini mungkin saja berasal dari pengalaman. Memang 1+1 bisa didapat dari pengalaman menambah yang dialami. Tetapi coba jika hasilnya lebih besar. Misal 10000 X 2 =20000. Sebagian besar dari kita pastinya belum pernah menghitung hal itu secara empiris. Namun demikian kita memiliki suatu perhitungan yang tepat mengenai masalah ini.
Pengetahuan lain yang bersifat apriori adalah pengetahuan logika bahasa. Misalnya lingkaran itu tidak memiliki sudut. Kita tidak perlu mengadakan penelitian untuk melihat apakah semua lingkaran itu tidak memiliki sudut. Kita cukup memikirkannya saja. Contoh lain adalah segitiga memiliki tiga sudut. Tidak perlu meneliti lebih lanjut apabila benda disebut sebagai segitiga maka otak kita langsung mengatakan bahwa itu memiliki tiga sudut. Jikalau tidak tiga sudut maka otak kita akan protes dan ragu apakah itu benar-benar bisa disebut segitiga. Contoh lain adalah semua lajang tidak memiliki istri. Kita mengetahui hal ini secara logis. Apabila dia lajang dan memiliki istri maka pada kenyataannya dia tidak lajang.
Pengetahuan aposteriori adalah pengetahuan yang didapat setelah pengalaman. Sebagai contohnya adalah anjing budi hitam. Pengetahuan macam ini didapat dari pengelaman. Karena itu pengetahuan ini dikatakan aposteriori. Contoh lain adalah pengetahuan mengenai sekarang di luar hujan. Kupu-kupu memiliki dua sayap. Langit berwarna biru. Dan lain sebagainya yang didapatkan setelah pengalaman.
Berbicara tentang strategi pengembangan ilmu ini Koento Wibisono (1982:13) mengelompokkan menjadi 3 macam pendapat:
Pertama, pendapat yang menyatakan bahwa ilmu berkembang dalam otonomi dan tetutup, dalam arti pengaruh konteks dibatasi atau bahkan disingkirkan. “Science for sake of science only” merupakan semboyan yang didengungkan.
Kedua, pendapat yang menyatakan bahwa ilmu lebur dalam konteks, tidak hanya memberikan refleksi, bahkan juga memberi justifikasi. Dengan ini ilmu cendrung memasuki kawasan untuk menjadikan dirinya sebagai ideologi.
Ketiga, pendapat yang menyatakan bahwa ilmu dan konteks saling meresapi dan saling memberi pengaruh untuk menjaga agar dirinya beserta temuan-temuannya tidak terjebak dalam kemiskinan relevansi dan aktualitasnya. “Science for sake of human progress” adalah pendiriannya.
Dari ketiga strategi di atas , semua tepat apabila disesuaikan dengan  kondisi dan situasi di mana ilmu pengetahuan itu berada. Artinya, strategi pernbangunan ilmu pengetahuan (dan teknologi) tidak dapat dilepaskan dari garis politik pemba­ngunan suatu daerah. Hal tersebut dapat dijabar bahwa dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kita harus mempertimbangkan dua hal yaitu visi dan falsafah/ideologi daerah tersebut serta visi dan praksis (praktik dalam bidang kehidupan dan kegiatan praktis manusia).
Namun, dari ketiga pendapat ini  pendapat yang  ketiga yang mampu membangkitkan gairah keilmuan, karena strategi yang digunakan punya  hubungan yang sangat erat  untuk memperkaya muatan-muatan  keilmuan sesuai dengan kemajuan  dan kekinian ilmu yang berkembang di tengah-tengah masyarakat  sehingga dari sini tak dapat diletakkan urgensi untuk mengembangkan ilmu yang tidak sekedar teori-teori belaka, tapi juga realisasi teori dalam praktik dan hasil-hasil yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Artinya di sini bahwa ada nilai-nilai yang menjadi muatan suatu ilmu bisa berkembang dan bermanfaat.
3.       Karena dalam permasalahan mengenai kebenaran terdapat beberapa teori kebenaran yaitu meliputi teori kebenaran koherensi, teori kebenaran korespondensi dan teori kebenaran pragmatis.
a.         Teori Corespondence : menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu kedaan benar itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju/ dimaksud oleh pernyataan atau pendapat tersebut.
b.         Teori Consistency/Coherency : Teori ini merupakan suatu usah apengujian (test) atas arti kebenaran. Hasil test dan eksperimen dianggap relible jika kesan-kesanyang berturut-turut dari satu penyelidik bersifat konsisten dengan hasil test eksperimen yang dilakukan penyelidik lain dalam waktu dan tempat yang lain.
c.         Teori Pragmatisme : Paragmatisme menguji kebenaran dalam praktek yang dikenal apra pendidik sebagai metode project atau medoe problem olving dai dalam pengajaran. Mereka akan benar-benar hanya jika mereka berguna mampu memecahkan problem yang ada. Artinya sesuatu itu benar, jika mengmbalikan pribadi manusia di dalamkeseimbangan dalam keadaan tanpa persoalan dan kesulitan. Sebab tujuan utama pragmatisme ialah supaya manusia selalu ada di dalam keseimbangan, untuk ini manusia harus mampu melakukan penyesuaian dengan tuntutan-tuntutan lingkungan.
Dalam kenyataannya kini, kriteria kebenaran cenderung menekankan satu atu lebih dati tiga pendekatan (1) yang benar adalah yang memuaskan keinginan kita, (2) yang benar adalah yang dapat dibuktikan dengan eksperimen, (3) yang benar adalah yang membantu dalam perjuangan hidup biologis. Oleh karena teori-teori kebenaran (koresponden, koherensi, dan pragmatisme) itu lebih bersifat saling menyempurnakan daripada saling bertentangan, maka teori tersebut dapat digabungkan dalam suatu definisi tentang kebenaran. kebenaran adalah persesuaian yang setia dari pertimbangan dan ide kita kepada fakta pengalaman atau kepada alam seperti adanya. Akan tetapi karena kita dengan situasi yang sebenarnya, maka dapat diujilah pertimbangan tersebut dengan konsistensinnya dengan pertimbangan-pertimbangan lain yang kita anggap sah dan benar, atau kita uji dengan faidahnya dan akibat-akibatnya yang praktis.
4.       Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi ilmu merupakan pegetahuan yang didapatkan melalui metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan disebut ilmu, sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkanya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan apat disebut ilmu tercantum dalam apa yang dinamakan metode ilmiah. Metode merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu, yang mempunyai langkah-langkah yang sistematis. Meodologi meupakan suatu pengakajian dalammmempelajari peraturan-peraturan dalam metode tersebut. Jadi metodologi ilmiah merupakan pengkajian dari peraturan-peraturan yang terdapat dalam metode ilmiah.
Selain deinisi di atas ada beberapa pendapat lain mengenai metode ilmiah, antara lain adalah pendapat dari (Almack, 1939) Metode ilmiah adalah cara menerapkan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran. Sedangkan menurut berpendapat bahwa metode ilmiah adalah pengejaran terhadap sesuatu untuk memperoleh sesuatu interelasi. Dari beberapa definisi di atas dapat disimpukan bahwa metode ilmiah adalah Metode ilmiah merupakan suatu prosedur (urutan langkah) yang harus dilakukan untuk melakukan suatu proyek ilmiah (science project).
Untuk memperoleh ilmu salah satu yang harus dipahami oleh seorang ilmuan adalah mengetahui cara apa yang harus digunakan. Ilmu dapat digali atau dicari dengan menggunakan prosedur yang disebut dengan metode ilmiah. Langkah-langkah sebagai alur berpikir yang mencakup dalam metode ilmiah dapat dijabarkan dalam suatu prosedur yang mencerminkan tahapan-tahapan dalam kegiatan ilmiah. Kerangka berpikir ilmiah yang berintikan logico-hypotetico-verifikatif ini pada dasarnya terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:
a.       Rumusan masalah, ini merupakan langkah pertama dalam metode ilmiah berisi pertanyaan mengenai objek empiris yang jelas batas-batasnya dan dapat di identifikasi faktor-faktor yang terkait didalamnya.
b.      Menentukan khasanah pengetahuan ilmiah, ini merupakan langkah kedua dalam metode ilmiah , berisi kumpulan informasi-informasi ilmiah yang digali melalui berbagai literatur ilmiah, jurnal ilmiah, diskusi ilmiah, wawancara dengan narasumber atau pakar bidang keilmuan terkait dengan permasalahan yang akan carikan solusi pemecahannya.
c.       Penyusunan kerangka berpikir dala penyusunan hipotesis, ini merupakan langkah ketiga dalam metode ilmiah berisi argumentasi yang dibangun berdasarkan khasanah ilmu pengetahuan ilmiah yang diambil sebagai landasan teori, sehingga dapat menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai faktor yang saling terkait dan membentuk konstelasi permasalahan atau hibungan antara variable bebas dan variabel terikat. Karena berpikir ini disusun secara rasional berdasarkan premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenaranya dengan memperhatikan faktor-faktor empiris yang relevan dengan permasalahan.
d.      Penyusunan hipotesis, ini merupakan langkah keempat dalam metode ilmiah, berisi jawaban sementara atau dugaan sementara terhadap yang akan diajukan dalam perumusan masalah, sedangkan rumusan hipotesis ini materi yang dibuat berupa kesimpulan dari kerangka berpikir yang dikembangkan.
e.       Pengujian hipotesis, ini adalh langkah kelima dalam metode ilmiah berisi kegiatan pengumpulan fakta atau data-data empiris yang relevan dengan hipotesis yang diajukan, kemudian dilakukan analisis menggunakan uji statistic, sedangkan hasilnya dapat dijadikan sebagai data untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung tersebut atau tidak.
f.       Penarikan kesimpulan, ini merupakan langkah keenam dalam metode ilmiah berisi penilaian apakah hipotesis yang diajukan berdasarkan data yang ditemukan dilapangan diterima atau ditolak. Bila dalam proses pengujian terdapat fakta-fakta yang cukup dan mendukung hipotesis maka hipotesis yang diajukan dapat diterima. Sebaliknya, bila data-data yang dikumpulkan dari lapangan ternyata tidak mendukung hipotesis yang diajukan maka hipotesis yang diajukan ditolak. Hipotesis yang diterima kemudian dianggap menjadi bagian dari pengetahuan ilmiah sebab telah memenuhi persyaratan keilmuan, yaitu mempunyai kerangka penjelasan yang konsisten dengan pengetahuan ilmiah sebelumnya serta telah diuji kebenarannya. Pengertisn kebenaran disini baru ditafsirkan secara pragmatis, artinya bahwa sampai saat ini belum terdapat fakta yang menyatakan sebaliknya.
Kemudian metode ilmiah yang sesuai dengan pengembangan ilmu yang saya tekuni adalah metode ilmiah teoritis dan metode ilmiah eksperimen modern (dengan kata lain yaitu bisa  induktif dan deduktif yang di implementasikan dengan metode-metode modern) agar ada kesesuaian dengan zaman yang sedang kita hadapi sekarang ini, metode tersebut antara lain :
Teoritis: berhubungan erat dengan logika dan rasional
Eksperimen: mempraktikan teori-teori yang telah diterima dengan logika dan bersifat rasional.
Dalam pendidikan agama islam  metode yan sebaiknya diterapkan adalah  dengan metode diatas  karena secara teoritis misalnya secara syari’at  kita mempelajari cara – cara dan teknik dalam melakukan syari’at seperti shalat, puasa, haji dan lain-lain, secara teoritis kita diajarkan melaksanakan shalat dengan beberapa cara dan teknik yang benar kemudian menggunakan metode ilmiah eksperimen yaitu dari metode ilmiah teoritis kita praktikan (implementasikan) dengan melaksanakan teori tadi yang dapat diterima secara logika dan  rasional. Dalam pendidikan agama islam eksperimen atau melaksanakan amalan dari teori seperti shalat, puasa, dan lain sebagainya harus senantiasa kita laksanakan supaya hasil dari kedua metode tersebut sepenuhnya akan kita rasakan manfaatnya.

5.       Karna menjadi unsur pembangun dan pengemban dari filsafat ilmu pengetahuan,  filsafat pengetahuan (theory of science dan scaince of science) mempunyai persepsi tentang berbagai macam objek dan kajian itu juga percaya pada sesuatu sebagaimana percaya nya itu.objek kajian dan ilmu pengetahuan merupakan bentuk aktivitas manusia yang dengan melakukannya mereka memperoleh pengetahuan dan pemahaman yang lebih lengkap dan cermat tentang alam semesta dimasa lampau, sekarang, dan masa akan datang serta kemampuan yang meningkat untuk menyesuaikan dirinya pada mengubah lingkungannya serta mengubah sifat – sifatnya sendiri. Theory of science merupakan teori yang dipakai untuk acuan dalam ilmu pengetahuan, sedangkan science of science merupakan ilmu yang menjadi sumber ilmu pengetahuan.
Kemudian Kajian utama filsafat ilmu adalah Kenyataan(fakta), kebenaran, konfirmasi dan logika inferensi.  
Ruang lingkup kajian dari disiplin filsafat ilmu yaitu:
a.    Ilmu natural science
b.   Ilmu social science
c.    Ilmu humanitics
Manfaat filsafat ilmu dalam kehidupan sebagai seorang ilmuan:
Untuk memberikan landasan filosofik dalam memahami berbagai konsep dan teori sesuatu disiplin ilmu dan memberikan kemampuan untuk membangun teori ilmiah.
Pada dasarnya  filsafat adalah berpikir mengenai suatu  kebenaran (berpikir sampai ke akar - akarnya) dengan kata lain sebagai pengembaraan pikiran, secara radikal sanggup menembus apa– apa yang dengan daya  di balik fakta sehingga dapat memberikan kepuasan pada seorang ilmuan. sebab dengan demikian seorang ilmuan telah dapat mengetahui apa yang nampak (tersurat) dapat pula memahami apa yang tersirat  dengan daya fikirnya, dengan demikian menjadi lengkaplah kebutuhan seorang ilmuan untuk memahami keberadaan ini dari sisi yang tersurat dengan jangkauan inderanya dan apa yang tersirat dengan jangkauan pikiran filosofisnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar