Pola Pembelajaran Anak Usia Dini (PAUD) Berbasis Life Skills
Dalam dunia pendidikan,
metode dan pola pengajaran berfungsi sebagai salah satu alat untuk menyajikan
bahan pelajaran dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan
pendidikan anak usia dini adalah untuk mengembangkan life skills (kecakapan
hidup) yang mencakup sikap, pengetahuan, daya cipta, dan keterampilan pada
anak. Pemberian stimulasi perkembangan anak usia dini sangat penting untuk
melejitkan aspek perkembangan anak yang mecakup: perkembangan visual,
pendengaran, fisiko-motorik, bahasa dan komunikasi, sosial–emosional, moral
spiritual, dan kemampuan kognitif.
Keberhasilan
pembelajaran akan tercapai dengan baik jika mempertimbangkan tahapan
perkembangan anak. Menurut Montessori, paling tidak ada beberapa tahap
perkembangan sebagai berikut:
1.
Sejak lahir sampai usia 3 tahun, anak memiliki kepekaan sensoris dan daya pikir
yang sudah mulai dapat “menyerap” pengalaman-pengalaman melalui sensorinya.
2.
Usia setengah tahun sampai kira-kira tiga tahun, mulai memiliki kepekaan bahasa
dan sangat tepat untuk mengembangkan bahasanya (berbicara, bercakap-cakap).
3.
Masa usia 2 – 4 tahun, gerakan-gerakan otot mulai dapat dikoordinasikan dengan
baik, untuk berjalan maupun untuk banyak bergerak yang semi rutin dan yang
rutin, berminat pada benda-benda kecil, dan mulai menyadari adanya urutan waktu
(pagi, siang, sore, malam).
4. Rentang usia tiga
sampai enam tahun, terjadilah kepekaan untuk peneguhan sensoris, semakin
memiliki kepekaan indrawi, khususnya pada usia sekitar 4 tahun memiliki
kepekaan menulis dan pada usia 4 – 6 tahun memiliki kepekaan yang bagus untuk
membaca.
5. Macam-macam
perkembangan Anak Usia Dini adalah :
1) Perkembangan jasmani
Perkembangan jasmani
merupakan dasar dalam perkembangan mental, maksudnya perkembangan mental dapat
berjalan dengan baik apabila perkembangan fisik juga baik. Perkembangan jasmani
dan rohani sangat erat kaitannya , begitu juga dengan perkembangan akal, erat
hubungannya dengan perkembangan jasmani.
2) Perkembangan
Kognitif
Kognitif seringkali
diartikan sebagai kecerdasan atau berfikir. Perkembangan kognitif menunjukkan
perkembangan dari cara berfikir anak. Kemampuan anak mengkoordinasikan berbagai
cara berfikir untuk menyelesaikan berbagai masalah dapat dipergunakan sebagai
tolak ukur pertumbuhan kecerdasan. Cara belajarnya melalui inisiatif,
pengalaman dan juga pembiasaan belajar dari pengalaman. Disini anak akan
belajar terus mengenai hal-hal tertentu hingga menjadi suatu perilaku yang baku
bagi anak.
3) Perkembangan bahasa.
Selama masa awal masa
kanak-kanak, anak-anak memiliki keinginan yang kuat untuk belajar berbicara.
Hal ini disebabkan karena dua hal. Pertama, belajar berbicara merupakan sarana
pokok dalam bersosialisasi. Kedua, belajar berbicara merupakan sarana untuk
memperoleh kemandirian. Untuk meningkatkan komunikasi, anak-anak harus
menguasai dua tugas pokok yang merupakan unsur penting dalam berbicara.
Pertama, mereka harus meningkatkan kemampuan untuk
mengerti apa yang dikatakan orang lain dan kedua, mereka harus
meningkatkan kemampuan bicaranya sehingga dapat dimengerti orang lain.
4) Perkembangan emosi
dan sosial.
Selama awal masa dini
emosi anak sangat kuat. Saat ini merupakan saat ketidakseimbangan karena
anak-anak “keluar dari fokus” dalam arti ia mudah terbawa ledak-ledakan emosional
sehingga sulit di bimbing dan diarahkan. Pada masa ini perkembangan mental anak
memperoleh kesempatan semaksimal mungkin untuk menghindari
kemungkinan-kemungkinan menjadi terbelakang. Dalam perkembangan mental inilah
anak memerlukan bantuan yang intensif, terencana yang tepat.
Perkembangan sosial
biasanya dimaksudkan sebagaii perkembangan tingkah laku anak dalam menyesuaikan
diri dengan aturan-aturan yang berlaku di dalam masyarakat dimana anak berada.
Tingkah laku sosial adalah sesuatu yang dipelajari, bukan sekedar hasil dari
kematangan. Perkembangan sosial seorang anak diperoleh selain dari proses
kematangan juga melalui kesempatan belajar respons terhadap tingkah laku anak.
5) Perkembangan Jiwa
Sepiritual Anak
Potensi keagamaan
terhadap seorang anak telah ada sejak dalam kandungan bahwa dalam tabiat
manusia terdapat kesiapan alamiah untuk mengenal Allah dan mengesaka- Nya.
Pengakuan terhadap kedudukan Allah sebagai Tuhan tertanam kuat dalam fitrahnya,
tinggal bagaimana pengembangan serta pemeliharaan potensi (perasaan religius)
yang ada pada anak tersebut, maka disinilah peran para pendidik dalam
mengembangkan keagamaan anak. Dalam kehidupan manusia
memiliki potensi beragama bahkan potensi tersebut sudah dianggap
sebagai kebutuhan spiritual manusia. Menurut Jalaluddin , potensi bawaan
(agama) tersebut memerlukan pengembangan melalui bimbingan dan pemeliharaaan
yang mantap lebih-lebih pada usia dini.
Tanda-tanda keagamaan
pada diri anak tumbuh terjalin secara integral dengan perkembangan
fungsi-fungsi kejiwaan pada diri anak. Belum terlihatnya tindakan keagamaan
pada diri anak karena beberapa fungsi kejiwaan yang belum sempurna. Namun
demikian pengalaman-pengalaman yang diterima oleh anak dari lingkungan akan membentuk
rasa keagamaan pada diri anak. Oleh karena itu, perlu usaha bimbingan dan
latihan dari pendidik seiring dengan perkembangan anak. Perkembangan jiwa agama
pada anak semakin berkembang bila diiringai dengan kasih sayang dari
orang-orang yang ada disekelilingnya. Perkembangan jiwa agama pada anak dimulai
sejak lahir dan akan terus berkembang dimulai dengan anak bisa bicara dan
menyebut nama Tuhan sampai akhirnya ia melihat orang disekitarnya mengerjakan
ibadah sebagai perintah Allah yang akhirnya jiwa agama pada anak akan terus
berkembang seiring dengan perilaku orang tua yang agamis dan mengarahkan
anaknya dengan pendidikan yang benar
Untuk
mengimplementasikan program pembelajaran berbasis life skills bagi anak
usia dini perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Kukrikulum pada
pendidikan anak usia dini didesain berdasarkan tingkat perkembangan anak.
Tanda-tanda keagamaan
pada diri anak tumbuh terjalin secara integral dengan perkembangan
fungsi-fungsi kejiwaan pada diri anak. Belum terlihatnya tindakan keagamaan
pada diri anak karena beberapa fungsi kejiwaan yang belum sempurna. Namun
demikian pengalaman-pengalaman yang diterima oleh anak dari lingkungan akan
membentuk rasa keagamaan pada diri
2.
Materi maupun metodologi pendidikan yang dipakai dalam rangka pendidikan anak
usia dini harus benar-benar memperhatikan tingkat perkembangan mereka.
Memperhatikan tingkat perkembangan berarti pula mempertimbangkan tugas
perkembangan mereka, karena setiap periode perkembangan juga mengemban tugas
perkembangan tertentu.
3. Kompetensi akademis
merupakan alat untuk mencapai tujuan,dan manipulasi dilihat sebagai materi yang
berguna untuk poengembangan diri anak, Montessori menganjurkan perlu adanya area
yang berbeda mewakili lingkungan yang disediakan, yaitu:
a. Practical life memberikan
pengembangan dari tugas organisasional dan urutan kognisi melalui perawatan
diri sendiri, perawatan lingkungan, melatih rasa syukur dan saling menghormati,
dan koordinasi dari pergerakan fisik,
b. The sensorial
area membuat anak mampu untuk mengurut, mengklasifikasi dan menerangkan
impresi sensori dalam hubungannya dengan panjang, lebar, temperatur, masa,
warna, titik, dan lain-lain.
c. Mathematics memanfaatkan
pemanipulasian materi agar anak mampu untuk menginternalisasi konsep angka,
symbol, urutan operasi, dan memorisasi dari fakta dasar
d. Language art yang
di dalamnya termasuk pengembangan bahasa lisan, tulisan, membaca, kajian
tentang grammar, dramatisasi, dan kesusesteraan anak-anak. Keahlian dasar dalam
menulis dan membaca dikembangkan melalui penggunaan huruf dari kertas,
kata-kata dari kertas pasir, dan berbagai prestasi yang memungkinkan anak-anak
untuk menghubungkan antara bunyi dan simbul huruf, dan mengekpresikan pemikiran
mereka melalui menulis.
e. Cultural activies
membawa anak-anak untuk mengetahui dasar-dasar geografis, sejarah dan ilmu
sosail. Musik, dan seni lainnya merupakan bagian dari kurikulum terintegrasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar